Jumat, 11 Januari 2013

Berjalan Di Tengah Badai

Pada suatu hari, seperti biasanya aku dan ayah bekendaraan menuju ke suatu tempat. Dan aku yang mengemudi. Setelah beberapa puluh kilometer, tiba-tiba awan hitam datang bersama angin kencang. Langit menjadi gelap. Kulihat beberapa kendaraan mulai menepi dan berhenti.
“Bagaimana Ayah? Kita berhenti?”, Aku bertanya.
“Teruslah mengemudi!”, kata Ayah.
Aku tetap menjalankan mobilku. Langit makin gelap, angin bertiup makin kencang. Hujanpun turun. Beberapa pohon bertumbangan, bahkan ada yg diterbangkan angin. Suasana sangat menakutkan. Kulihat kendaraan-kendaraan besar juga mulai menepi dan berhenti.
“Ayah…?”
“Teruslah mengemudi!” kata Ayah sambil terus melihat ke depan.
Aku tetap mengemudi dgn bersusah payah.
Hujan lebat menghalangi pandanganku sampai hanya berjarak beberapa meter saja.
Anginpun mengguncang-guncangkan mobil kecilku.
Aku mulai takut.
Tapi aku tetap mengemudi walaupun sangat perlahan.
Setelah melewati bbrpa kilometer ke depan, kurasakan hujan mulai mereda & angin mulai berkurang. Setelah beberapa killometer lagi, sampailah kami pd daerah yg kering & kami melihat matahari bersinar muncul dari balik awan.
“Silakan kalau mau berhenti dan keluarlah”, kata Ayah tiba-tiba.
“Kenapa sekarang?”, tanyaku heran.
“Agar engkau bisa melihat dirimu seandainya engkau berhenti di tengah badai”.
Aku berhenti dan keluar. Kulihat jauh di belakang sana badai masih berlangsung. Aku membayangkan mereka yg terjebak di sana dan berdoa, semoga mereka selamat.
Dan aku mengerti mngapa ayah menyuruhku tetap mengemudi dan berjalan di tengah badai. Aku mlihat mreka yg berhenti dan akkhirnya  terjebak dalam ketidakpastian dan ketakutan kapan badai akan berakhir serta apa yang akan terjadi selanjutnya.
Jika kita sdg menghadapi “badai” kehidupan, teruslah berjalan, jgn berhenti, jgn putus asa…Sebaliknya  teruslah berjalan dan tetap lakukan yang terbaik, serta tentunya  mengijinkan Tuhan menuntunmu, engkau pasti mampu melewati badai itu..!

Bersabar Dalam Pencobaan


BersabarYakobus 1:2-4 “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”
Dalam Alkitab, Yakobus mengatakan bahwa saat kita menghadapi pencobaan, kita harus menganggapnya sebagai suatu kebahagiaan. Perhatikan, dia tidak mengatakan “jika” kita menghadapi pencobaan atau kesulitan. Tidak, setiap orang di planet ini pasti akan menghadapi tantangan, hambatan dan kesulitan. Kita semua memiliki saat-saat dimana harapan kita tidak terpenuhi, seorang teman membuat kita down, atau hal-hal yang ternyata tidak terjadi sesuai seperti yang kita rencanakan.
Tapi kita tidak bisa membiarkan tantangan-tantangan menjadi batu sandungan yang menghancurkan kita dan mempengaruhi iman kita. Sebaliknya, kita harus mengubahnya menjadi batu loncatan untuk membuat kita menjadi lebih dekat kepada Tuhan!
Setiap pencobaan ataupun setiap kesulitan yang kita alami adalah saat yang menentukan dalam hidup kita. Kesulitan tersebut bisa menghambat kita atau justru bisa mendorong kita untuk maju menuju hal-hal baik yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Kitalah yang memutuskan bagaimana hal-hal itu akan mempengaruhi kehidupan kita.
Jika kita memilih untuk menjadi pahit dan marah, terus-menerus mengeluh tentang apa yang terjadi, maka kita tidak akan pernah bergerak maju.
Tetapi jika kita memilih untuk memiliki sikap positif, tetap bertahan dalam iman, dan jika kita memilih untuk menemukan sukacita bahkan di tengah-tengah pencobaan kita, maka kita dapat bergerak maju dalam damai dan kemenangan dari Tuhan.
Saya suka hal yang Yakobus katakan kepada kita mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya: ketika kita membiarkan kesabaran untuk bekerja dalam hidup kita, kita menjadi sempurna, tidak kekurangan apapun! Itu sebabnya kita bisa “menganggapnya sebagai kebahagiaan” — karena pada sisi yang lain, kesulitan itu merupakan tempat dari keutuhan, kelimpahan, penyediaan dan kemenangan!

Hanya Bergantung Pada Tuhan

Rahasia Menjadi Kuat dalam Hidup

menjadi kuatTolonglah kami ya Tuhan, Allah kami, karena kepada-Mulah kami bersandar
(2Tawarikh 14:11)
Sebuah dongeng kuno dari Indonesia menceritakan tentang seekor kura-kura yang dapat terbang. Ia menggigit sebatang kayu yang dibawa oleh dua ekor angsa. Pada saat kura-kura itu mendengar orang-orang dari darat yang melihatnya berkata, Wah, cemerlang sekali ide angsa-angsa itu! harga dirinya sangat terluka sehingga ia berteriak, Itu ideku! Tentu saja ia jadi kehilangan pegangan. Harga dirinya telah menjadi kehancuran bagi dirinya.
Selama empat puluh satu tahun, Asa menjadi raja yang kuat dan rendah hati. Ia membawa kedamaian dan kemakmuran bagi kerajaan Yehuda. Dan pada tahun-tahun awal pemerintahannya, Asa menaikkan doa demikian, Ya Tuhan, selain daripada Engkau, tidak ada yang dapat menolong yang lemah terhadap yang kuat. Tolonglah kami ya Tuhan, Allah kami, karena kepada-Mulah kami bersandar (2Tawarikh 14:11).
Namun pada akhir pemerintahannya, ketika pasukan kerajaan Israel bagian utara menyerangnya, Asa mencari pertolongan dari raja Siria dan bukannya dari Allah. Karena kebodohannya, pemerintahannya melemah dan bangsanya mengalami peperangan. Apa yang salah dalam hal ini? Karena bangga dengan keberhasilan masa lalu, Asa telah lupa bahwa seharusnya ia bergantung pada Tuhan, sehingga Tuhan tak lagi menunjukkan diri-Nya kuat demi kepentingan Asa (2Tawarikh 16:9).
Allah masih mencari orang-orang yang mengizinkan Dia untuk menunjukkan kekuatan-Nya dalam hidup mereka. Hidup dengan rendah hati dan bergantung pada Allah merupakan ide yang benar-benar cemerlang!

Perbedaan Iman Dan Perasaan


Beda Iman Dan PerasaanRoma 1:16-17 “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman.’”
Mengapa seseorang yang dapat mengubah keyakinannya secara radikal (atau terlihat radikal) dan sangat bersemangat dengan iman barunya, tiba-tiba menyerah begitu saja? Pada awalnya, orang itu sepertinya mengalami perubahan yang paling menakjubkan, tapi tiba-tiba, ia berhenti dan kemudian melangkah pergi. Bagaimana itu bisa terjadi?
Saya berpendapat bahwa orang tersebut sesungguhnya dari awal tidak berniat mengubah keyakinannya. Ini bukan tentang perasaan sesaat, melainkan tentang ujian waktu. Jika seseorang adalah orang Kristen sejati, maka ia akan melanjutkannya – meskipun tidak sempurna dan bercacat cela dalam menjalani kekristenannya. Bahkan seorang Kristen pun bisa saja tersesat untuk sementara waktu.
Tetapi bagi seseorang yang benar-benar percaya, maka ia akan selalu kembali. Jika mereka pergi dan tidak pernah kembali, maka mereka bukan orang percaya. Seperti pada 1 Yohanes 2:19 dikatakan, “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.”
Bisa jadi mereka membangun iman mereka diatas pengalaman emosional, dan bisa saja timbul perasaan dalam mengalami perubahan keyakinan, meskipun tidak selalu terjadi. Tapi Anda tidak bisa membangun hidup Anda diatas perasaan sesaat, karena perasaan atau emosi datang dan pergi. Seseorang yang berharap merasakan kehidupan Kristen yang mengebu-gebu setiap harinya, akan kecewa ketika mereka bangun pagi dan tidak merasakan apa-apa. Maka itulah saatnya bagi mereka untuk mulai tumbuh dan berjalan dengan iman, bukan dengan perasaan.
Roma 1:17 mengatakan, “Orang benar akan hidup oleh iman.”
Namun beberapa orang membangun seluruh relasi mereka dengan Tuhan diatas pengalaman emosional, dan ketika perasaan itu tidak ada, mereka menyerah. Mereka membangun hidup mereka di atas dasar yang salah.

Kisah Mengharukan Anak Yang Mencoret Mobil Ayahnya


Sepasang suami isteri – seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, “Kerjaan siapa ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?” hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata “Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!” katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”…jawab pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap” kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang ibu.”, katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ?… Bagaimana Dita mau bermain nanti ?… Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, ” katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf…Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya..

Kemurahan hati Tuhan

Tuhan memberiMatius 7:11 “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”
Jika Anda berkata, “Tuhan, aku melihat-Mu sebagai satu-satunya sumber mata pencaharianku, dan ketika aku membutuhkan, aku akan menanam benih,” maka Anda dapat mengharapkan Tuhan untuk mengirimkan panen.
Tuhan akan memberikan buah dari benih yang Anda tanam, bukan karena Anda telah bekerja keras atau menghayati pekerjaan Anda, tetapi semata hanya karena anugerah Tuhan.
Dia setia, dan Dia dapat diandalkan.
Dia akan menyediakan semua kebutuhan Anda, Dia akan memenuhi janji-Nya.
Sekarang pahami hal ini: Tuhan bukan mesin penjual otomatis.
Dia bukan jin yang muncul untuk melakukan setiap perintah Anda, dan Diapun bukan hamba Anda.
Dia adalah seorang Bapa yang penuh kasih, yang terus-menerus membuktikan prinsip-prinsip yang Ia buat melalui Firman-Nya.
Dia menunjukkan kepada kita melalui tokoh-tokoh di dalam Alkitab yang percaya pada Tuhan dan berkata, “Aku akan memberi dari kekuranganku, apakah itu uang, waktu, energi, ide, ataupun empati.”
Alkitab mengatakan, “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Matius 7:11)
dan “Hai kalian para ayah, jika anak kalian minta roti, apakah akan kalian beri batu? Jika ia minta ikan, apakah akan kalian beri ular?” (Lukas 11:11).
Tidak mungkin! Allah mengasihi anak-anak-Nya dan Allah sedang menunggu untuk melakukan apa yang tidak terbayangkan dalam hidup Anda.
Allah Dialah yang sanggup menyediakan apa yang Anda butuhkan tapi bukan apa yang Anda inginkan, Dia sangat mengasihi Anda.